Related papers
Naskah Pakeliran Semalam Lakon “Gandamana Luweng”
sugeng nugroho
2017
Harya Suman merupakan tipe orang yang cerdas tetapi mempunyai sifat iri, dengki, culas, dan keji. Ia halalkan segala cara demi mendapatkan kedudukan di Negara Hastina. Oleh karena itu ketika Gandamana (Patih Kerajaan Hastina) mendapat tugas Prabu Pandhu sebagai duta agung untuk melaksanakan misi perdamaian ke Negara Pringgondani, ia perdaya sedemikian rupa. Tipu muslihat, intrik, dan trik politik Suman secara merangkak mulai dijalankan. Ia menyuruh orangorang Plasajenar untuk melakukan demonstrasi anti-Pringgondani, menyelundupkan narkoba, menjarah, dan memperkosa gadis-gadis di bawah umur. Semua itu dengan mengatasnamakan suruhan Gandamana. Selain itu ia juga memanipulasi Surat Perjanjian Kerja sama antara Hastina dan Pringgondani menjadi Surat Pembatalan Hubungan Diplomatik, yang apabila Pringgondani tidak tunduk di bawah kekuasaan Hastina, maka akan dibumihanguskan. Ketika Gandamana terperdaya oleh pasukan Pringgondani, Suman pun tak menyia-nyiakan kesempatan. Ia laporkan kepada ...
View PDFchevron_right
Lakon Brubuh Maèspati: Intepretasi Ulang Nilai Kesetiaan
Joko Laras Moyo
2019
Lakon Brubuh Maèspati: The work of the puppet performance is aimed at presenting one of the stories in the Maespati kingdom, which is rarely performed in Yogyakarta. This work is entitled Brubuh Maèspati. The play Brubuh Maèspati is a piece of the puppet plays that tells Harjunasasrabahu, Dewi Citrawati, Suwanda, and Dasamuka. The concept of sanggit of Soetarno et al. used as a framework for working on the playBrubuh Maèspati. Sanggit means the mastermind’s creativity related to interpretation and the cultivation of Pakeliran elements to achieve the aesthetic stability of puppet shows. The cultivation of Brubuh Maèspati begins with watching and reading plays related to the kingdom of Maespati. There were three plays which were chosen to be the basis for interpreting the values of loyalty, namely Actions Sumantri Ngèngèr,Dasamuka Gladhak, and Brubuh Maèspati. Then do the play, work on the characters, work on the scene, and work on musical accompaniment according to the Pakeliran stru...
View PDFchevron_right
4 Profesor Menulis Wayang
Udjang Pr. M. Basir
Udjang Pr. M. Basir, 2023
Wayang kulit Jawa Timuran cengkok Malang memiliki keunikan. Keunikan tersebut tampak pada laras yang digunakan, gendhing Malangan, dan tokoh punakawan. Laras yang digunakan oleh wayang kulit Jawatimuran cengkok Malang sebagian besar berlaras pelog. Hal tersebut berbeda dengan wayang kulit cengkok Porong dan Surabaya yang dominan meggunakan laras slendro. Gendhing atau tembang yang mengiringi pertunjukkan menggunakan tembang khas Malangan. Punakawan wayang kulit cengkok Malang hanya dua, yaitu Semar dan Bagong. Tidak ada tokoh Besut seperti punakawan pada wayang cengkok Surabaya maupun cengkok Porong. Akan tetapi akhir-akhir ini secara temporer dan kontekstual, mulai ada juga dalang tertentu yang menambahkan tokoh Besut karena tuntutan ceritra. Bahkan tokoh Ki Mundu, Ki Mujeni, Ki Klamatdarum, dan tokoh kreasi inovatif (penyanyi, pelawak, tokoh, dunia krajiman, dsb.) sering dimunculkan secara kondisional (lakon dan konteks masayarakat). Hal itu sebagai imbas proses regenerasi akulturatif dalang muda yang memiliki pengalaman (pendidikan), mobilitas sosial tinggi dan wawasan seni modern cukup luas demi melestarikan seni tradisi. Tokoh dalang Jawatimuran Ki Surwedi menjelaskan, seni sebagai tontonan dan hiburan harus dinamis, agar tetap diminati penonton. Bahkan Soerjo Wido Minarto, akademisi Jurusan Seni dan Desain, Universitas Negeri Malang menyatakan bahwa seni tradisi yang dapat bertahan menuju pelestariannya harus dikembangkan dengan pendekatan adaptif, ajur-ajer dan selaras dengan tuntutan jaman.
View PDFchevron_right
Garap Pertunjukan Wayang Kulit Jawa Timuran
sugeng nugroho
Acintya Jurnal Penelitian Seni Budaya, 2019
This research is meant to prove the result of aesthetic aspect in wayang kulit performance of Jawa Timur style categorized as ‘kerakyatan (folk)’ pakeliran. The problem is analyzed based on the concept of ‘garap pakeliran’ offered by Sugeng Nugroho (2012) and the theory belongs to Umar Kayam (1981) concerning arts categorization. The method used is qualitative method with descriptive analysis. The data is collected through library study, documentation studies, interview, and field observation. The research finding shows that the current wayang kulit performance of Jawa Timur style cannot be categorized as folk art but rather to be kitsch. It represents a performing art that always change and move on along the time. It is attempted to be more interesting supposed to be survived and to earn money.Keywords: wayang kulit, Jawa Timuran, performance treatment.
View PDFchevron_right
BUKU PEDALANGAN UNTUK KELAS 10 SMK
Idik Saeful Bahri
View PDFchevron_right
BUKU PEDALANGAN UNTUK KELAS 11 SMK
Idik Saeful Bahri
View PDFchevron_right
Program Studi Menerapkan Kerja Sama KurikulumMerdeka Belajar – Kampus Merdeka: PERANCANGAN KERJASAMA DAN KURIKULUM MERDEKABELAJAR-KAMPUS MERDEKA PROGRAM STUDI S-1TEATER FSP ISI SURAKARTA
Tafsir Hudha
2020
View PDFchevron_right
ESTETIKA PERTUNJUKAN WAYANG PERJUANGAN
Sunardi guno wijoyo
ISI Press, 2017
Corak estetika pertunjukan wayang perjuangan diketahui dari beberapa elemen pembentuknya, yakni boneka wayang, lakon yang dipertunjukkan, dan teknik pertunjukannya. Ciri utama boneka wayang perjuangan terletak pada kebaharuan bentuk yang merupakan perpaduan antara wajah manusia dengan wayang purwa yang dilengkapi dengan ornamen dan asesoris tertentu. Adapun lakon yang dipergelarkan mengangkat tema perjuangan dengan tokoh utama para pejuang bangsa Indonesia. Salah satu lakon yang dikreasi adalah "Gerilya Jenderal Soedirman" sebagai gambaran liku-liku perjuangan Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam melawan penjajah Belanda. Panggung dikemas secara klasik atau eksperimental tergantung kebutuhan, demikian halnya dengan tat lampu dan tata suara. Dalang menempati posisi sentral sebagai pengendali jalannya pertunjukan, selain dukungan dari pengrawit, pesinden, dan sulih suara-narator. Karya cipta pertunjukan wayang perjuangan memiliki fungsi utama sebagai penguatan nilai bela negara bagi masyarakat Indonesia. Pelajaran bela negara tercermin dari rangkaian lakon yang dipertunjukkan yakni suri tauladan Jenderal Soedirman dan para pejuang Indonesia dalam mempertahankan bangsa dan negara. Dengan mencermati dan meresapi cerita yang dipertunjukkan, masyarakat dapat mengambil pelajaran berharga yaitu cara mencintai bangsa dan negara. Atas dasar suri tauladan para pejuang bangsa Indonesia ini dapat menumbuhkan rasa patriotisme dan nasionalisme yang bermuara pada rasa cinta terhadap nusa dan bangsa Indonesia. Disinilah pentingnya wayang perjuangan sebagai penguatan nilai bela negara bagi masyarakat Indonesia
View PDFchevron_right
DRAMATURGI WAYANG
Aris Wahyudi
Buku ini menjelaskan tentang konsep sambung-rapet dan greget-sahut sebagai teori dan metodologi dalam penelitian dan karya pedalangan dari perspektif dramaturgi. Buku ini dirasa penting karena selama ini, baik dalam kajian maupun penciptaan seni, khususnya wayang masih menggunakan teori dan metodologi drama Barat. Padahal wayang memiliki karakter dan sifat yang sangat berbeda dengan drama Barat. hal demikian menyebabkan sering dijumpai benturan persoalan dramaturgi dan juga terdapat beberapa persoalan yang tidak dapat dipecahkan. Buku ini dapat dimanfaatkan pula untuk kajian berbagai drama tradisional Jawa yang lain bahkan dapat untuk studi drama tradisional di Indonesia. Buku ini merupakan hasil penelitian grounded research dengan metode etnografi. melalui analisis fenomenologi, data yang diperoleh diidentifikasi ke dalam dua kategori aspek dramaturgi wayang, yaitu lakon dan pertunjukannya. Berdasarkan telaah atas dua kategiri di atas diperoleh rumusan teoretis beserta metodologis tentang dramaturgi wayang. Melalui fenomenologi pula diperoleh pemahaman yang relatif jelas mengenai perbedaan mapping logika antara studi dan karya seni. Kata kunci: sambung-rapêt, grêgêt-sahut, dramaturgi wayang, pengkajian, karya, teori, metodologi.
View PDFchevron_right
ESTETIKA PERTUNJUKAN WAYANG KLITHIK LAKON DAMARWULAN NGRATU SAJIAN KI HADI PURWANTO
Andi Wicaksono
LAKON, Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang, 2024
This article discusses the aesthetics of the Wayang Klithik performance Lakon Damarwulan Ngratu presented by Hadi Purwanto. This research uses the aesthetic theory of puppetry namely nuskma and mungguh by Sunardi and is supported by the aesthetic concept of popular puppetry. This research is a qualitative descriptive study. The techniques of data collection consist of observation, interviews and literature study. The analysis is carried out by using a puppetry aesthetic approach that is presented systematically. The result of study were consist of : klithik puppet performered by Ki Hadi Purwanto had nuksma and mungguh esthetic, in the scene of pleasure park’s Blambangan kingdom and Majapahit kingdom. Those scenes also contained local wisdom of Jepara society.
View PDFchevron_right